Dimensi, Jenis dan Asfek Konsep Diri (Self Concept)

Persepsi terhadap diri sendiri bersifat dinamis, dibentuk berdasarkan pengalaman, evaluasi diri dan interpretasi lingkungan.

Konsep diri (self concept) adalah istilah umum yang digunakan untuk merujuk pada bagaimana seseorang berpikir tentang, mengevaluasi atau memandang diri mereka sendiri. Menyadari diri sendiri berarti memiliki konsep tentang diri sendiri.

Konsep diri ini merupakan gambaran atau pandangan perasaan dan pemikiran individu mengenai diri sendiri, meliputi kemampuan, karakter, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri.

Konsep diri sendiri merupakan persepsi yang dimiliki individu tentang dirinya yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus-menerus dan terdiferensiasi. Ketika seseorang memberikan penilaian tentang dirinya, berarti ia telah memiliki kesadaran dan kemampuan untuk melihat dirinya terhadap dunia di luar dirinya.

Konsep diri adalah suatu gambaran dari apa yang kita pikirkan, yang orang lain berpendapat mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan, yang mana konsep diri merupakan berbagai kombinasi dari berbagai aspek, yaitu citra diri, intensitas afektif, evaluasi diri dan kecenderungan memberi respons. Konsep diri merupakan suatu hal yang penting dalam pengintegrasian kepribadian, memotivasi tingkah laku sehingga pada akhirnya akan tercapainya kesehatan mental.


Aspek-aspek Konsep Diri 

Konsep diri merupakan istilah penting dalam psikologi sosial dan humanistik . Lewis (1990) mengemukakan bahwa pengembangan konsep diri memiliki dua aspek:

(1) Diri Eksistensial

Ini adalah 'bagian paling dasar dari skema-diri atau konsep-diri; rasa terpisah dan berbeda dari orang lain dan kesadaran akan keteguhan diri.

Seseorang menyadari bahwa mereka ada sebagai entitas yang terpisah dari yang lain dan bahwa mereka terus ada sepanjang waktu dan ruang.

Kesadaran diri eksistensial dimulai sejak usia dua hingga tiga bulan dan muncul sebagian karena hubungan yang dimiliki seseorang dengan dunia. Misalnya, seseorang tersenyum dan seseorang tersenyum balik, atau anak menyentuh ponsel dan melihatnya bergerak.

(2) Diri Kategoris

Setelah menyadari bahwa ia ada sebagai makhluk pengalaman yang terpisah, seseorang selanjutnya menjadi sadar bahwa ia juga merupakan objek di dunia.

Seperti halnya benda-benda lain termasuk orang yang memiliki sifat-sifat yang dapat dialami (besar, kecil, merah, halus, dan sebagainya) demikian pula anak menjadi sadar akan dirinya sendiri sebagai suatu obyek yang dapat dialami dan memiliki sifat-sifat.

Menurut Calhoun dan Acocella (1995), konsep diri adalah gambaran mental yang dimiliki individu, atas tiga aspek yaitu pengetahuan yang dimiliki, pengharapan dan penilaian mengenai diri sendiri. Adapun penjelasan dari ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki individu merupakan apa yang individu ketahui tentang dirinya. Dalam benak setiap individu ada satu daftar julukan yang menggambarkan tentang dirinya, hal ini mengacu pada istilah-istilah kuantitas seperti nama, usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan, agama dan sebagainya dan sesuatu yang merujuk pada istilah-istilah kualitas, seperti individu yang egois, baik hati, tenang dan bertemperamen tinggi. Pengetahuan bisa diperoleh dengan membandingkan diri individu dengan kelompok pembandingnya (orang lain).
  2. Harapan. Harapan merupakan aspek dimana individu mempunyai berbagai pandangan ke depan tentang siapa dirinya, menjadi apa di masa mendatang, maka individu mempunyai pengharapan terhadap dirinya sendiri. Singkatnya, individu mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri yang ideal dan pengharapan tersebut berbeda-beda pada setiap individu.
  3. Penilaian. Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya sendiri setiap hari. Penilaian terhadap diri sendiri adalah pengukuran individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang menurutnya dapat dan terjadi pada dirinya. Intinya, setiap individu berperan sebagai penilai terhadap dirinya sendiri dan dengan menilai hal ini merupakan standar masing-masing individu.


Sedangkan menurut Veiga dan Leite (2016), aspek-aspek yang mempengaruhi terbentuknya konsep diri antara lain adalah sebagai berikut: 

  1. Kecemasan (anxiety). Merupakan kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang ditandai oleh perasaan-perasaan subyektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem saraf pusat. Kecemasan juga sebagai kekuatan pengganggu utama yang menghambat perkembangan hubungan inter-personal yang sehat. Kecemasan pernah dialami oleh hampir semua individu, hanya saja kadar dan tarafnya yang berbeda. 
  2. Penampilan fisik (Physical appearance). Penampilan fisik merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan penampilan luar dan sejauh mana individu memiliki penampilan yang menarik yang mudah diamati dan dinilai oleh individu lain. Penampilan fisik secara disadari atau tidak, dapat menimbulkan respons tertentu dari individu lain. 
  3. Perilaku (Behavior). Merupakan suatu aksi reaksi individu yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungannya dan sejauh mana individu dapat bersosialisasi sesuai dengan norma-norma yang berada dalam lingkungannya. 
  4. Popularitas (Popularity). Merupakan kemampuan individu dalam melakukan hubungan sosialnya, yaitu keberhasilan dalam membina hubungan dengan individu lainnya yang ditandai dengan penerimaan dan atau penolakan individu atau kelompok. 
  5. Kebahagiaan (Happiness). Merupakan kondisi psikologi positif, yang ditandai oleh tingginya kepuasan terhadap masa lalu, tingginya tingkat emosi positif, dan rendahnya tingkat emosi negatif. 
  6. Pengetahuan (Intellectual). Merupakan apa yang individu ketahui tentang dirinya seperti hal-hal yang menggambarkan dirinya, kelebihan atau kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama, dan lain-lain.


Dimensi Konsep Diri 

Menurut  konsep diri terbagi menjadi dua dimensi, yaitu:

a. Dimensi Internal 

Dimensi Internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi internal dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu:

  1. Diri identitas (identity self). Diri identitas berkaitan dengan identitas diri individu itu sendiri, misalnya gambaran tentang dirinya siapa saya. Selain itu berkaitan dengan label yang diberikan kepada diri oleh individu yang bersangkutan. 
  2. Diri pelaku (behavioral self). Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya yang berisikan segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh dirinya. Diri yang kuat ditunjukkan dengan kesesuaian antara diri identitas dengan dengan diri pelakunya sehingga ia dapat menerima baik dari diri identitas maupun diri pelakunya. 
  3. Diri penerimaan/penilaian (judging self). Diri penerimaan berkaitan dengan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Jika individu mempunyai kepuasan yang tinggi pada dirinya, maka ia memiliki kesadaran diri yang realistis, dan memfokuskan untuk mengembangkan dirinya. Sebaliknya, jika seseorang tidak mempunyai kepuasan terhadap dirinya, maka ia akan mengalami ketidak-percayaan diri dan menimbulkan rendahnya harga diri.

b. Dimensi Eksternal 

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama dan sebagainya. Dimensi eksternal dibagi menjadi lima bentuk, yaitu: 

  1. Diri fisik (Psysical self). Diri fisik menyangkut persepsi seseorang tentang keadaannya secara fisik. Contohnya mengenai kesehatan diri, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik atau tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk atau kurus). 
  2. Diri etik-moral (moral-ethical self). Diri etik-moral merupakan persepsi seseorang yang didasarkan pada standar pertimbangan secara moral dan etika. Hal ini berhubungan dengan Tuhan, kepuasaan seseorang akan agamanya, dan nilai moral. 
  3. Diri pribadi (personal self). Diri personal merupakan persepsi seseorang mengenai keadaan pribadinya. Dalam hal ini menyangkut sejauh mana individu merasa sebagai pribadi yang tepat. 
  4. Diri keluarga (Family self). Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Dalam hal ini, diri keluarga berkaitan dengan peran yang dijalani sebagai anggota keluarga. 
  5. Diri sosial (Sosial self). Diri sosial merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.


Jenis-jenis Konsep Diri 

Setiap orang mempunyai perbedaan dalam menerima dirinya sendiri maupun menerima apa pendapat orang lain tentang dirinya, maka konsep diri yang muncul pasti berbeda dan karakteristik dari konsep diri tersebut tidaklah sama. Terdapat dua jenis konsep diri, yaitu:

a. Konsep diri positif 

Individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya, sehingga evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Konsep diri positif lebih pada penerimaan diri, bukan suatu kebanggaan yang besar bagi diri. Individu yang memiliki konsep diri yang positif akan merancang tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai serta mampu menghadapi kehidupan di depannya dan menganggap hidup adalah suatu proses penemuan.

Seseorang dengan konsep diri yang positif adalah orang yang mau menerima fakta tentang dirinya dengan baik. Selain itu, ia juga dapat menerima fakta-fakta tentang orang lain. Konsep diri yang positif akan membawa orang kepada hidup yang menyenangkan dan tidak terlarut dalam kegagalan. Adapun ciri-ciri seseorang yang memiliki konsep diri positif adalah: 

  1. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah. 
  2. Ia merasa setara dengan orang lain. 
  3. Ia menerima pujian tanpa rasa malu. 
  4. Ia menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat. 
  5. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya.


b. Konsep diri negatif 

Konsep diri negatif merupakan perasaan yang negatif tentang dirinya. Seseorang dengan konsep diri negatif merasa pribadinya tidak cukup baik daripada orang lain. Hal ini terjadi karena individu menghadapi informasi tentang dirinya yang tidak dapat diterima dengan baik oleh dirinya. Konsep diri negatif dapat mengakibatkan depresi atau kecemasan dan kekecewaan emosional.

Konsep diri negatif terbagi menjadi dua tipe, yaitu:

  • Pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, apa kelemahan dan kelebihannya atau apa yang ia hargai dalam kehidupannya. 
  • Pandangan tentang dirinya yang terlalu kaku, stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi sebagai akibat didikan yang terlalu keras dan kepatuhan yang terlalu kaku. Individu merupakan aturan yang terlalu keras pada dirinya sehingga tidak dapat menerima sedikit saja penyimpangan atau perubahan dalam kehidupannya.

Seseorang yang memiliki konsep diri negatif adalah orang yang tidak tahu kekurangan maupun kelebihan dirinya. Ia menganggap informasi tentang dirinya yang diterima dari orang lain merupakan ancaman terhadap dirinya, sehingga ia akan diliputi kecemasan. Adapun ciri-ciri seseorang yang memiliki konsep diri negatif adalah: 

  • Menganggap bahwa kritik sebagai alat untuk menjatuhkan harga dirinya. Orang yang mempunyai konsep diri negatif cenderung tidak menyukai dialog terbuka. 
  • Responsif sekali terhadap pujian. 
  • Bersikap hiperkritis terhadap orang lain. Ia tidak sanggup menyampaikan penghargaan dan mengakui kelebihan orang lain. 
  • Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan. 
  • Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Misalnya ia tidak mau bersiang dengan orang lain dalam hal prestasi.


Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri 

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri pada seseorang, antara lain yaitu sebagai berikut:

  1. Self Appraisal - Viewing Self as an Object. Istilah ini menunjukkan suatu pandangan, yang menjadikan diri sendiri sebagai objek dalam komunikasi, atau dengan kata lain, adalah kesan kita terhadap diri kita sendiri. Kita sebagai pengamat melihat diri kita menilai terhadap cara kita yang memberi kesan terhadap diri sendiri.
  2. Reaction and Response of Others. Sebetulnya, konsep diri itu tidak saja berkembang melalui pandangan kita terhadap diri sendiri, namun juga berkembang dalam rangka interaksi kita dengan masyarakat. Oleh karena itu, konsep diri dipengaruhi oleh reaksi serta respons orang lain terhadap diri kita, misalnya saja dalam berbagai perbincangan masalah sosial. Pendapat yang kita keluar juga menjadi sorotan orang lain sehingga adanya kritik ketika orang lain juga mempunyai pendapat yang berbeda dengan diri kita.
  3. Roles You Play - Role Taking. Meskipun peran merupakan gagasan sentral dari pembahasan tentang teori peran, ironisnya kata tersebut lebih banyak mengandung silang pendapat di antara pakar. Yang paling sering terjadi adalah bahwa peran dijelaskan dengan konsep-konsep tentang pemilahan perilaku. Apa yang kita lakukan sebagai pribadi yang meniru dari ekspresi orang lain.
  4. Reference Groups. Reference groups atau kelompok rujukan adalah kelompok yang kita menjadi anggota di dalamnya. Jika kelompok ini dianggap penting, dalam arti mereka dapat menilai dan bereaksi pada kita, hal ini akan menjadi kekuatan untuk menentukan konsep diri kita. Perilaku yang menunjukkan ketidak-setujuan terhadap kehadiran seseorang menjadi penilaian kelompok terhadap perilaku seseorang.


Harga diri

Sejauh mana Anda menghargai diri sendiri?

Harga diri  mengacu pada sejauh mana kita menyukai, menerima atau menyetujui diri kita sendiri, atau seberapa besar kita menghargai diri kita sendiri.

Harga diri selalu melibatkan tingkat evaluasi dan kita mungkin memiliki pandangan positif atau negatif tentang diri kita sendiri.

Harga diri yang tinggi (kita memiliki pandangan positif tentang diri kita sendiri). Hal ini cenderung menyebabkan :

  • Percaya diri pada kemampuan kita sendiri
  • Penerimaan diri
  • Tidak mengkhawatirkan apa yang orang lain pikirkan
  • Optimisme


Harga diri rendah (kita memiliki pandangan negatif tentang diri kita sendiri). Hal ini cenderung menyebabkan :

  • Kurang percaya diri
  • Ingin menjadi/terlihat seperti orang lain
  • Selalu mengkhawatirkan apa yang orang lain pikirkan
  • Pesimisme

Ada 4 faktor utama yang mempengaruhi harga diri:

  1. Reaksi Orang Lain. Jika orang mengagumi kita, menyanjung kita, mencari perusahaan kita, mendengarkan dengan penuh perhatian dan setuju dengan kita, kita cenderung mengembangkan citra diri yang positif. Jika mereka menghindari kita, mengabaikan kita, memberitahu kita hal-hal tentang diri kita yang tidak ingin kita dengar, kita mengembangkan citra diri yang negatif.
  2. Perbandingan dengan Orang Lain. Jika orang yang kita bandingkan dengan diri kita (kelompok referensi kita) tampak lebih sukses, lebih bahagia, lebih kaya, lebih tampan daripada diri kita sendiri, kita cenderung mengembangkan citra diri yang negatif, tetapi jika mereka kurang berhasil daripada kita, citra kita akan positif.
  3. Peran Sosial. Beberapa peran sosial membawa prestise misalnya, dokter, pilot maskapai penerbangan, TV. presenter, pesepakbola premiership dan ini mempromosikan harga diri. Peran lain membawa stigma. Misalnya, narapidana, pasien rumah sakit jiwa, kolektor sampah, atau pengangguran.
  4. Identifikasi. Peran tidak hanya "di luar sana." Mereka juga menjadi bagian dari kepribadian kita yaitu identitas kita dengan posisi yang kita tempati, peran yang kita mainkan dan kelompok yang kita ikuti.


Diri Ideal

Jika ada ketidaksesuaian antara cara anda melihat diri sendiri (misalnya, citra diri anda) dan apa yang anda inginkan (misalnya, diri ideal anda), maka ini kemungkinan akan memengaruhi seberapa besar anda menghargai diri sendiri.

Oleh karena itu, terdapat hubungan yang erat antara citra diri, ego-ideal, dan harga diri.

Diri ideal seseorang mungkin tidak konsisten dengan apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan dan pengalaman orang tersebut. Oleh karena itu, mungkin ada perbedaan antara diri ideal seseorang dan pengalaman aktual. Ini disebut ketidaksesuaian.

Dimana ideal diri seseorang dan pengalaman aktual konsisten atau sangat mirip, keadaan kongruensi ada. Jarang, jika pernah ada keadaan keselarasan total; semua orang mengalami sejumlah ketidaksesuaian.

Perkembangan kongruensi tergantung pada hal positif tanpa syarat. Untuk mencapai aktualisasi diri seseorang harus berada dalam keadaan kongruen.

Ada 4 faktor utama yang mempengaruhi perkembangannya:

  1. Cara orang lain (terutama orang penting lainnya) bereaksi terhadap kita.
  2. Bagaimana kita berpikir kita membandingkan dengan orang lain
  3. Peran sosial kita
  4. Sejauh mana kita mengidentifikasi diri dengan orang lain